Tanaman perkebunan, di samping
menghasilkan produk utama, berupa biji-bijian minyak atau serat, juga
menghasilkan produk sampingan berupa limbah.
Dari aspek pakan ternak, produk limbah
perkebunan bisa berupa bahan berserat tinggi, yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pakan berserat (hijauan makanan ternak), seperti pucuk
tebu, ampas tebu, tandan sawit, hasil pangkasan tanaman penaung (kopi
atau kakao) seperti lamtoro atau gamal. Di samping itu juga ada limbah
perkebunan yang memiliki potensi untuk diolah sebagai bahan pakan
penguat (konsentrat) seperti lumpur sawit, molasis, bungkil kelapa,
cangkang kakao, buah semu mete serta kulit buah kopi.
Melalui teknik fermentasi mutu
limbah-limbah tersebut dapat ditingkatkan, sehingga kandungan gizinya
bisa hampir sama, atau bahkan melebihi kandungan gizi dedak padi.
Sehingga limbah-limbah tersebut seluruhnya dapat dimanfaatkan untuk
mengganti dedak sebagai komponen penting dalam ransum ternak, baik
ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau) maupun ternak non-ruminansia
(ayam, itik, babi).
Disamping itu dengan proses pengolahan,
diharapkan adanya senyawa – senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan
ternak dapat dihilangkan atau ditekan dan masa penyimpanannya dapat
diperpanjang, sehingga dapat tersedia sepanjang tahun, meskipun panen
komoditas perkebunan bersifat musiman.
Dalam proses pengolahan, diperlukan
proses fermentasi, pengeringan serta penepungan dan atau pencacahan.
Agar proses tersebut dapat dilakukan secara efesiens diperlukan
peralatan mekanis, seperti alat penepung dan pencacah. Karena itu, dalam
pemanfaatan limbah ini, diperlukan pengetahuan dan keterampilan petani
untuk menguasai paket teknologi tersebut secara menyeluruh.
Potensi dan Kelemahan Limbah Perkebunan
Secara fisik potensi limbah perkebunan
nilainya cukup besar. Pada limbah kopi secara fisik meliputi sekitar 48%
dari total berat buah gelondongan basah. Pada kakao, limbahnya berupa
cangkang lebih besar lagi, yaitu sekitar 73% dari total buah. Sedangkan
pada mete, 91% dari berat basah merupakan buah semu, dan hanya 9% berupa
buah sejati yang bijinya biasa dimanfaatkan dan lazim disebut ”kacang
mete”
Namun dari aspek pakan ternak,
limbah-limbah tersebut memiliki beberapa kelemahan antara lain,
kandungan gizi terutama proteinnya relatif rendah dan mengandung
senyawa-senayawa yang dapat menghambat petumbuhan seperti theobromin pada kakao dan asam anarcadat pada
buah semu mete serta kandungan serat kasar yang tinggi. Selain itu
limbah perkebunan juga mudah rusak karena kadar airnya tinggi. Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan
tersebut dan meningkatkan mutu gizi serta daya simpanya, maka limbah
perkebunan harus diolah terlebih dahulu sebelum dipergunakan sebagai
pakan ternak.
Pengolahan Limbah Perkebunan
1. Pencacahan
Pencacahan Limbah Kulit Kakao |
Proses pencacahan juga perlu dilakukan
pada pengolahan limbah kakao dan mete, mengingat kedua jenis limbah ini
(cangkang kakao dan buah semu mete) bentuknya terlalu besar, sehinga
sulit difermentasi.
Tujuan pencacahan adalah memperkecil
bentuk limbah, sehingga lebih mudah difermentasi dan disusun. Agar
efisien pencacahan dilakukan dengan alat / mesin pencacah.
Pada limbah kakao dan mete, setelah
dicacah akan berbentuk serpihan-serpihan berukuran 2 – 5 cm. Pencacahan
dilakukan sebaiknya segera setelah buah dipanen, agar limbah masih dalam
kondisi segar.
2. Fermentasi.
Proses fermentasi dilakukan untuk
meningkatkan mutu gizi limbah serta menekan kadar senyawa-senyawa yang
dapat menghambat pencernaan. Fermentasi dapat dilakukan dengan beberapa
jenis mikroba, diantaranya yang efektif adalah Aspergillus niger.
a. Aktivasi Aspergillus niger.
Sebelum digunakan, Aspergillus
dilarutkan dengan air, yang steril tanpa kaporit. Seperti air mata air
atau air sumur yang bersih, bisa menggunakan air hujan atau air sungai,
tapi harus dimasak lebih dahulu, kemudian didinginkan. Kedalam 10 liter
air steril yang dingin dimasukkan gula pasir (100 gr), urea (100 gr) dan
NPK (50 gr), kemudian dilarutkan. Selanjutnya tambah dengan 100 cc Aspergillus dan diaduk kembali serta diaerasi selama 24 – 36 jam baru larutan Aspergillus ini bisa dipergunakan.
b. Fermentasi
Aktivasi Aspergilus sp |
Bahan (limbah kopi, kakao atau mete)
yang telah siap difermentasi ditaburkan pada permukaan media setebal 5 –
10 cm, selanjutnya disiram dengan larutan Aspergillus secara merata. Penyiraman bisa dilakukan dengan tangan, tetapi lebih baik dengan shower (gembor) atau sprayer agar lebih merata.
Diatas tumpukan bahan yang telah tersiram larutan Aspergillus ditaburkan lagi limbah setebal 5 – 10 cm, selanjutnya disirami larutan Aspergillus secara merata. Demikian seterusnya, sehingga bahan habis tertumpuk dan tersiram cairan Aspergillus.
Diatas tumpukan bahan/limbah ditutup
dengan goni atau plastik yang bersih secara rapat dan dibiarkan hingga 4
– 5 hari. Setelah umur 4 – 5 hari, baru dibongkar, selanjutnya
dikeringkan.
3. Pengeringan
Pengeringan Limbah Kulit Kakao |
Pengeringan bisa dilakukan dengan sinar matahari atau dengan alat (dryer),
dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi, disamping itu
pengeringan juga untuk mempermudah proses penggilingan serta
memperpanjang daya simpan, karena kadar air akan turun hingga 12 – 14%.
Limbah yang telah kering, akan ditandai dengan tekstur yang keras dan
warna kehitaman.
4. Penggilingan
Pakan Ternak Yang Sudah Jadi |
Penggilingan dimaksudkan agar limbah
bentuknya lembut seperti tepung sehingga ternak mudah memakan dan
mencernanya. Penggilingan secara efisien bisa dilakukan dengan
menggunakan alat /mesin penggiling.
Dalam proses penggilingan ukuran bahan/serbuk bisa diatur. Untuk
pakan ternak ruminansia, ukurannya bisa agak kasar, sedangkan untuk babi
atau ayam sebaiknya bentuknya lebih lembut. Hal ini bisa dilakukan
dengan menggunakan saringan dengan ukuran lubang yang berbeda.5. Pengemasan dan Penyimpanan.
Tepung limbah perkebunan bisa langsung
diberikan pada ternak, bisa pula disimpan dalam waktu yang cukup lama (6
– 10 bulan). Agar bahan tidak cepat rusak dan mutunya dapat
dipertahankan dalam penyimpanan tepung limbah perlu kita kemas.
Pengemasan bisa dilakukan dengan wadah plastik atau goni, dan diikat,
atau dijahit agar tidak kemasukan serangga atau mikroorganisme perusak.
6. Penggunaan.
Untuk ternak ruminansia (sapi atau
kambing), limbah kopi, kakao atau mete olahan bisa dijadikan pakan
penguat untuk mempercepat pertumbuhan atau meningkatkan produktivitas
susu. Tepung limbah perkebunan bisa dijadikan pengganti dedak, dengan
dosis pemberian 0,7 – 1,0% dari berat hidup ternak.
Pada awal pemberian, biasanya ternak
tidak langsung lahap memakannya. Karena itu berikanlah pada saat ternak
lapar dan bila perlu ditambah sedikit garam atau gula untuk merangsang
nafsu makan.
Pada ternak babi dan ayam, limbah
perkebunan bisa dijadikan komponen penyusun ransum sebagai pengganti
dedak. Pada limbah kopi olahan dosis penggunaannya bisa mencapai 10 –
15% pada ransum ayam, dan 20% pada ransum babi. Sedangkan pada limbah
kakao atau mete olahan, dosis penggunaannya bisa mencapai 20 – 22% pada
ayam petelur dan hingga 30 – 35% pada babi
( Sumber tulisan Ir. Suprio Guntoro/Peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali / www.penyuluhpertanian.com )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar